
Beji, NU Bangil Online — Setelah melakukan agenda silaturahmi ke kediaman Kiai Sholeh Bahruddin, Ngalah, Sengonagung Purwosari, beberapa pengurus LKNU-PDNU melanjutkan perjalanan ke Pekalongan, Jawa Tengah, dengan tujuan sowan ke kediaman Habib Luthfi bin Yahya dan beberapa kediaman kiai sesepuh NU lain, di antaranya Mbah Makhasin Purworejo, Kiai Farid Wonosobo, dan Kiai Fanani Dieng, Kamis, (25/07/2019), kemarin.
Silaturahmi ini merupakan rentetan dari beberapa program safari pengurus LKNU-PDNU pasca rapat koordinasi yang dihelat di PCNU Malang, dan diikuti oleh perwakilan LKNU-PDNU Cabang Bangil-Pasuruan dr. Andi Rahmansyah dan dr. Widodo, Sukorejo. “Kami menjadi delegasi dari Cabang Bangil dan Pasuruan, karena sampai saat ini masih jadi satu kepengurusan,” tutur Andi, menjelaskan.
Salah satu pesan utama yang didawuhkan Habib Luthfi, jelas Andi, adalah penguatan kembali basis keaswajaan warga Nahdliyyin, dimulai sejak mereka masih di tingkat SD sampai perguruan tinggi. “Pesan beliau, mulai sekarang, kita sebagai pengurus NU harus care terhadap generasi muda,” tukas Andi. “Jangan sampai kosong pengetahuan tentang NU. Dan yang lebih mengkhawatirkan, ayahnya seorang Kiai, anaknya malah abai terhadap NU,” tambahnya.
Lebih manjut dia memaparkan pesan Habib Lutfi, bahwa hendaknya pengurus NU mau turba, membaur ke tengah-tengah masyarakat, dan meletakkan keningratan dan egosentrisnya, dengan lebih peduli lagi terhadap rakyat kecil yang merupakan basis warga Nahdliyyin di level grass root. Selama ini, karena lemahnya koordinasi dan pembangunan jaringan dengan mereka, kelompok penganut paham radikalis malah memanfaatkan celah tersebut.
Dr. Andi mencontohkan bagaimana pola koordinasi yang lemah benar-benar dimanfaatkan oleh kelompok garis keras dalam menyusupkan agenda terselubung mereka ke tengah masyarakat. “Contoh, salah satu sarjana NU melamar pekerjaan. Sudah ikut rekrutmen, tes, dan lain-lain. Hasilnya baik, tapi pada akhirnya tetap UUD ‘Ujung-Ujungnya Duit’. Si sarjana nggak kuat untuk bayar,” jelasnya.
Akhirnya, lanjut pria asal Sumbertumpuk, Gununggangsir, Beji ini, saat keputusasaannya sudah di ambang batas, biasanya kaum radikal menawarkan bantuan. “Sudah kamu ikut saya. Ini biaya, pelatihan, pekerjaan, sampai akhirnya didoktrin dan dicuci otaknya. Akhirnya, anti NKRI,” tegasnya.
Pola-pola pendekatan seperti itu sudah bukan rahasia lagi. Dan tugas LKNU-PDNU, dalam konteks ini, bukanlah semudah membalik telapak tangan. Sebab, nyaris seluruh perguruan tinggi sudah disusupi paham garis keras dan menjadi target propaganda mereka. Dan parahnya, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta, yang banyak terjangkiti propaganda mereka adalah fakultas eksakta dan kedokteran (CNN Indonesia, 25/05/2018).
“Maka, sebagaimana pesan Habib Lutfi, pendekatan, pengkaderan, dan pendidikan ke-NU-an jangan sampai luntur. Jangan sampai pos-pos strategis ditempati kaum radikal. Harus ada pendekatan baru, karena generasi sekarang butuh pemikiran yang riil, bukti konkrit, dan diterima oleh akal sehat,” tandas Andi. (tedja/bee)