HujjahKolom

Fitnah dan Tathayyur atas Wafatnya Sahabat Ansor Bangil Merupakan Jejak Nyata Fir’aun

Beberapa waktu lalu ramai Ansor Bangil melakukan klarifikasi (tabayyun) kepada sebuah yayasan yang diduga simpatik kepada ormas eks-HTI di Kecamatan Rembang, Pasuruan. Tak selang lama, sekretaris Ansor Bangil meninggal dunia karena kecelakaan (syahid, insya Allah).

Sontak saja meninggalnya sekretaris Ansor ini menjadi isu sedap yang digoreng oleh kelompok sebelah. “Kualat,” “dibayar impas,” dan “azab,” adalah sederet kata tidak etis yang disematkan kepada almarhum. Dibenarkankah pandangan semacam ini secara teologis?

Jawaban pertanyaan di atas tentu saja adalah: tidak dibenarkan! Konon Imam Junaid pernah ditanya perbedaan musibah dan azab.

Beliau menjawab secara retoris, “Jika kau marah, maka itu azab. Jika kau sabar, maka itu pelebur dosa. Dan jika kau ridlo, maka itu adalah mengangkat derajat.” Maka pembeda antara musibah dan azab adalah sikap individu masing-masing.

Tentu saja perkataan Imam Junaid—juga perkataan sufi-sufi lain—digunakan untuk introspeksi diri bukan menghakimi. Menghakimi dengan sebuah kejadian disebut dengan tathayyur. Sikap kelompok sebelah kepada sekretaris Ansor ini merupakan wujud tathayyur yang dilarang. Sikap ini merupakan sikap Fir’aun. Alquran menyebut:

فإذا جاءتهم الحسنة قالوا لنا هذه وإن تصبهم سيئة يطيروا بموسى ومن معه

“Ketika Fir’aun dan kaumnya mendapat kebaikan, mereka berkata: kami memang pantas. Tapi ketika mereka terkena kejelekan, mereka akan menyalahkan (tathayyur) kepada Musa dan orang yang bersamanya.”

Maka menyebut meninggalnya seseorang sebagai azab dan lain-lain adalah ucapan Fir’aun. Naudzubillah!

Tags

Kholili Kholil

Wakil Ketua LTN NU Bangil. Alumni Pesantren Lirboyo-Kediri. Saat ini mengajar di Pesantren Cangaan Pasuruan, Jawa Timur.

Related Articles

Back to top button
Close
Close