Kesaksian Kiai Bangil Atas Karomah Gus Dur
NU Bangil Online – Pada awal tahun 2000-an silam, saya yang saat itu masih seumuran anak TK dapat kesempatan langka bersalaman dengan Gus Dur. Momen itu terjadi saat pernikahan Mbak Sy Dewi. Ketika itu abah Mbak Sy Dewi yang juga Pak Dhe saya (saya biasa memanggilnya Abah Anang) ngaturi Gus Dur untuk mengakadkan putri Abah Anang ini. Di tahun-tahun itu Abah Anang memang cukup dekat dengan Gus Dur.
Sepuluh hari lalu Abah Anang meninggal dunia dengan husnul khotimah, insya Allah. Ada satu kisah menarik yang saya percayai benar terjadi tentang Gus Dur yang saya dapat dari Pak Dhe saya ini. Kisah ini diceritakan Pak Dhe saya dua tahun lalu, kalau tidak salah saat itu malam 25 Romadhon. Saat itu saya bertanya kepada Pak Dhe saya, Abah Anang: “Apakah Gus Dur itu wali?” Atau dalam bahasa lain: apakah jenengan pernah tahu karomah beliau?
Pak Dhe saya menjawab dengan mimik serius sambil menoleh tepat ke kedua mata saya. “Iya. Beliau wali.” Tanpa perlu ditanya ‘kok bisa?’, beliau memberi penjelasan yang kurang lebih begini:
“Ketika itu saya mendampingi Gus Dur dalam sebuah acara di Sumenep. Ketika selesai acara saya berjalan di samping Gus Dur ketika hendak menuju mobil. Di tengah kerumunan Banser yang mengawal dan kerumunan orang yang hendak bersalaman kepada Gus Dur itu, tiba-tiba Gus Dur berkata setengah membisik kepada saya: ‘tolong beri jalan, ada wanita mau bersalaman dengan saya’. Seketika di tengah kerumunan itu ada wanita paruh baya mendekat. Wanita itu berpakaian hitam ala Jawa dan memakai konde.”
“Saya (Abah Anang) pun menyuruh Banser untuk memberi jalan bagi wanita itu. Ketika wanita itu berada di hadapan Gus Dur, kontan Gus Dur menunduk dan bersalaman kepada wanita itu. Setelah bersalaman, wanita itu pun menghilang di tengah kerumunan. Selepas itu di mobil Gus Dur berkata kepada saya: ‘Gus Anang, sampean tahu siapa wanita yang saya sungkemi tadi? Wanita itu adalah ibunya Joko Tingkir.”
Seingat saya ada lanjutan ucapan dari Pak Dhe saya begini: “Gus Dur berkata: ‘Saya tidak sempat sowan kepada beliau, maka beliau mendatangi saya ke sini.’”
Saya tidak mudah percaya kepada cerita di luar adat (khariqul adah) seperti ini. Namun untuk kisah ini berbeda. Setidaknya alasan terpenting adalah karena yang bercerita adalah orang yang menyaksikannya langsung, yakni Pak Dhe saya tadi.
Dalam pelajaran ilmu tauhid, hal yang dialami Gus Dur ini biasa disebut karomah atau sesuatu di luar adat (bukan di luar akal! Karena tidak ada yang mustahil bagi Allah yang mana segala kuasa-Nya adalah wajib aqli) yang terjadi pada diri seorang wali.
Melihat kezuhudan Gus Dur, garis biologis dan intelektual, kebiasaannya berziarah sejak kecil, serta juga kecuekkannya kepada omongan orang (dalam Bahasa Alquran: la yakhofu laumata laim), bukan tidak mungkin, menurut saya pribadi, bahwa Gus Dur adalah wali-yang pada akhirnya memiliki karomah seperti yang saya tulis di atas.
- Semoga Allah merahmati Gus Dur dan KH Anang Faishol. Al-Fatihah. (Kholili Kholil)